Pages

Saturday, November 14, 2015

Alasan kenapa aku ingin belajar menulis


Sejak kecil aku suka membaca, baik buku, koran ataupun bahkan surat dari kerabat yang dikirimkan ke rumah, iyaa.. Pada saat itu era keemesannya PT.Pos Indonesia yang jadi favorit dan satu-satunya andalan untuk dapat menyampaikan berita kala itu. 

Saat pelajaran bahasa indonesia pun paling favorit kalau ada tugas mengarang indah, baik itu cerita ataupun puisi, aku bilang itu adalah salah satu cara menyampaikan isi hati, eaaa... Hahaha

Dan paling semangat adalah saat harus menulis di buku diary. Yaap kurasa hampir semua cewek pasti punya buku diary, tempat cerita segala tumpah ruah perasaan tanpa ada yang ditutup-tutupi, tanpa rasa malu, tanpa pikir panjang pemilihan kata yang tepat, hanya fokus ke satu hal, misi peluapan emosi hati tersalurkan, hehehe.. Eh aku punya 5 buku diary sejak jaman SD loh, nanti kalau pulang ke Malang akan kucari buku diary nya lagi, pasti banyak hal unik tertuang disitu dengan bahasaku yang apa adanya di usia belia. 

Dan akhirnya sejak tahun 2006 aku menemukan sarana baru untuk menyalurkan bakat, aku membuat blog ini dan jatuh cinta kepadanya :) .
Banyak sejarah sejak jaman kuliah, lulus, mencari kerja, pacaran, menikah dan punya anak, semua tercapture dengan baik disini. 

Dulu blog ini aku jadikan pengganti diary, tempat cerita segala tetek bengek dan merasa ini adalah blog ku, jadi ya terserah aku mau nulis apa disini. Sampai akhirnya aku sadar kalau dunia maya ini efeknya luar biasa.

Aku lihat dari trend pengunjung pun ada beberapa teman dari negara lain yang mampir kesini, mungkin merasa gak sengaja ataupun bahkan mereka nyasar, tapi pasti mereka membaca sedikit disini. 

Aku mulai mengikuti membaca blog para blogger terkenal, kadang aku mengikuti gaya berbusana mereka, mencoba makanan yang mereka makan, membeli make up yang mereka review, dan membaca komentar para 'hater' atas postingan mereka juga. 

Akhirnya aku sadar bahwa tulisan itu bisa mempengaruhi orang. Sejak itu aku merubah caraku menulis, aku lebih cenderung menulis hal-hal yang menyenangkan ataupun yang positif agar jika ada yang 'nyasar' baca blog ini bisa menemukan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka.

Dan kemudian 2 minggu lalu di grup SMA sedang rame memberikan ucapan selamat karena ada satu teman yang berhasil menerbitkan buku.. Tiba-tiba aku ingat dengan impianku, aku ingin jadi PENULIS. Iyaah, aku pernah mengatakan ke 3 orang teman dekat bahwa suatu hari mereka akan melihat namaku di sampul buku di rak-rak buku best seller di toko buku terkenal, dan aku ingat para sahabat yang seperti saudara itu meng-amin-in doaku dan yakin impianku akan terwujud.

Alasan kenapa aku ingin menjadi penulis hanyalah satu hal, aku ingin menjadikannya amal jariyah bagiku, orang tuaku, anak-anakku, suami dan keluargaku. Jika ada satu orang saja yang menemukan manfaat dari membaca buku ku, hal itu akan tercatat oleh malaikat.

Karena seperti kata Deddy Mizwar saat dia menerima anugerah sebagai salah satu tokoh legendaris di salah satu stasiun televisi nasional bahwa 'Hidup ini sekali, berarti, dan kemudian mati'.

Itulah alasanku belajar menulis :). 


Sunday, August 02, 2015

Varo 4th Birthday


Angka 4 bagi varo adalah sudah jadi anak TK A, kaki mungilnya sudah bisa goes sepeda tanpa roda samping, sudah pandai merangkai kalimat untuk menyampaikan maksudnya, selalu suka tertawa lepas, bertanya ini itu sampe detail, sudah mengenal angka dan huruf, bisa membaca kata yang tediri dari 2 suku kata yang sama, hobby ngusilin ayahnya, punya genk pertemanan di komplek, suka ngobrol sama adeknya di dalam perut, romantis dan tak pernah absen memuji bundanya, kalo tidur masih minta di puk-puk, film kesukaan boboboy-upin ipin-sapo jarwo- power rangers. 
Selamat ulang tahun yang ke-4 jagoanku ALVARO ZAIDAN RAFADHIA.. Sehat, cerdas, sholeh, bahagia, penuh syukur dan selalu berkelimpahan cinta dan kasih sayang.. Amin... -ayah,bunda & dede-

Btw, jangan terlalu cepat dewasa nak, bunda masih pengen uyel-uyel kamu 

Lulur rempah

Dulu sebelum hamil rajin timung hampir setiap minggu, karena sadar umur jadi harus lbh rajin jaga kesehatan tubuh dan kulit, hehhee.. 
Nah karena skr hamil jadi mainnya lulur n scrub ajah, dapat kiriman aneka rempah plus resep dari Tante tati untuk bikin lulur rempah


Komposisi: 
3 beras/oat
3 temugiring
2 kunyit
1 kencur

Kasih air sedikit dan dijadikan pasta, balurkan ke seluruh tubuh dan biarkan 10-15 menit, gosok2 biar kotorannya luntur, bilas dan mandi seperti biasa.

Enak banget di kulit berasa detox.. 
Rajin merawat tubuh demi disayang suami, hihihii...

Met wiken *cheers

Membasmi Generasi "Home Service"

Copas dari grup WA :)

:: MEMBASMI GENERASI “HOME SERVICE” ::

Apa itu generasi “HOME SERVICE?” Generasi “HOME SERVICE” adalah generasi yang selalu minta dilayani. Ini terjadi pada anak-anak yang hidupnya selalu dilayani oleh orangtuanya atau orang yang membantunya. Mulai dari lahir mereka sudah diurus oleh pembantu, atau yang punya kekayaan berlebih diasuh oleh Babysitter yang setiap 24 jam siap di samping sang anak. Kemana-mana anak diikuti oleh babysitter. Bahkan sampai umur 9 tahun saja ada Babysitter yang masih mengurus keperluan si anak karena orangtuanya sibuk bekerja. Anak tidak dibiarkan mencari solusi sendiri. Contoh kecil saja, membuka bungus permen yang akan dimakan anak. Karena terbiasa ada babysitter atau ART, anak dengan mudahnya menyuruh mereka membukakan bungkusnya. Tidak mau bersusah payah berusaha lebih dulu atau mencari gunting misalnya. 

Contoh lain memakai kaus kaki dan sepatu. Karena tak sabar melihat anak mencoba memakai sepatunya sendiri maka orang dewasa yang di sekitarnya buru-buku memakaikan kepada anak. Saat anak sudah bisa makan sendiri, orangtua juga seringkali masih menyuapi karena berpikir jika tidak disuapi makannya akan lama dan malah tidak dimakan. Padahal jika anak dibiarkan tidak makan, maka anak tidak akan pernah merasa apa namanya lapar. Dan saat lapar datang seorang anak secara otomatis akan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Bagaimana dia akan belajar makan sendiri jika dia tidak pernah merasakan apa itu namanya lapar? Bagaimana dia akan belajar membuat minuman sendiri jika dengan hanya memanggil ART atau babysitter atau orangtuanya saja minuman itu akan datang sendiri kepadanya. 

Saya mengutip perkataan seorang Psikolog dari Stanford University, Carol Dweck, beliau menulis temuan dari eksperimennya dalam buku The New Psychology of Success, , “Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan”. Tapi beranikah semua orangtua memberikan hadiah itu pada anak? Faktanya saat ini banyak orangtua yang ingin segera menyelesaikan dan mengambil alih masalah anak, bukan memberikan tantangan. Saat anak bertengkar dengan temannya karena berebut mainan, orangtua malah memarahi teman anaknya itu dan membela sang anak. Ada pula yang langsung membawanya pulang dan bilang, ”udah nanti Ibu belikan mainan seperti itu yang lebih bagus dari yang punya temanmu..gak usah nangis”. 

Padahal Ibu tersebut bisa mengatakan, “Oh kamu ingin mainan seperti yang punya temanmu ya? Gak usah merebutnya sayang… kita nabung dulu ya nanti kalau uangnya sudah cukup kita akan sama-sama ke toko mainan membeli mainan yang seperti itu”. Kira-kira bagaimana jika Ibu mengatakan demikian? Ada tantangan yang diberikan pada anak bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang dia ianginkan maka dia harus berusaha untuk menabung dulu. Tidak lantas mengambil alih bahwa everything oke…ada Ibu dan ayah disini yang akan mengatasi segala masalahmu nak. 

Dalam keseharian Generasi “HOME SERVICE “ semua pekerjaan rumah tangga tak pernah melibatkan anak. Saat anak membuat kamarnya berantakan langsung memanggil asisten untuk segera merapihkan kembali. Anak menumpahkan air di lantai, di lap sendiri oleh Ibunya. Anak membuang sampah sembarangan, dibiarkan saja menunggu ART menyapu nanti. Dalam hal belajar saat anak sulit belajar, orangtua telpon guru les untuk privat di rumah. Dalam hal bersosialisasi saat anaknya nabrak orang sampai mati di jalan karena harusnya belum punya SIM malah sudah bawa kendaraan sendiri. Orangtuanya langsung menyuap polisi agar anaknya tidak diperkarakan dan dipenjarakan. Beres kan…hidup ini tidak susah nak…selama orangtuamu ada di sampingmu. Iya kalau orangtuanya kaya terus…iya kalau orangtuanya hidup terus…semua kan tak pernah bisa kita duga. Generasi inilah yang nantinya akan melahirkan orang dewasa yang tidak bertanggungjawab. Badannya dewasa tapi pikirannya selalu anak-anak, karena tak pernah bisa memutuskan sesuatu yang terbaik buat dirinya. Mau gimana lagi? Memang dididiknya begitu…Sekolah yang carikan orangtua. Jodoh yang carikan orangtua. Rumah yang belikan orangtua, Kendaraan yang belikan juga orangtua. Giliran punya cucu yang mengasuh dan jadi pembantu di rumahnya juga ya si orangtuanya. Kasian banget ya…sudah modalin banyak ternyata orangtua tipe begini hanya akan berakhir jadi kacung di rumah anaknya sendiri. Maaf kalau saya menggunakan istilah ‘kacung” karena saya betul-betul prihatin kepada orangtua yang terlalu menjadi pelindung bagi anaknya, bahkan nanti buat cucunya juga. Kapan bisa mandirinya tuh anak.

Sahabat Nabi Ali Bin ABi Thalib RA sudah memberikan panduan dalam mendidik anak : “Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertama, disiplinkanlah anak pada tujuh tahun kedua dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga.” Jadi anak umur 7 tahun ke bawah memang dididik sambil bermain. Berikan tanggungjawab pada mereka meski masih harus didampingi seperti misalnya mandi sendiri, membereskan mainan, makan sendiri, membuang sampah dll. Untuk anak usia 7 sd 14 tahun mulailah mendisiplinkannya. Misalnya menyuruhnya shalat tepat waktu, belajar berpuasa, mengerjakan PR sepulang sekolah, menyiapkan buku untuk esok pagi, membantu mencuci piring yang kotor, menyapu halaman rumah dll. Apabila anak umur 7 sd 14 tahun itu tidak melakukan kewajibannya maka perlu diingatkan agar dia menjadi terbiasa dan disiplin. 

Untuk anak usia 14 sd 21 tahun maka orangtua harusnya bisa bersikap sebagai sahabat atau teman akrab. Orang tua perlu menolong anak untuk belajar bagaimana menggunakan waktunya, dan mengajari anak tentang skala prioritas. Dalam hal ini terkadang orangtua sering merasa kasihan. Karena semakin besar usia anak, maka semakin sibuk dia dengan kegiatan akademiknya. Anak ikut les ini dan itu, kegiatan ekstrakulikuler yang menyita waktu, kerja kelompok dll. Merasa anaknya tidak punya waktu, lalu orang tua, membebaskan anak dari pekerjaan rumah tangga. Padahal skill yang terpenting dalam kehidupan itu bukan hanya dari sisi akademik saja tapi bagaimana dia menghadapi rutinitas yang ada dengan segala keterbatasan waktunya. 

Anda yang sudah menjadi orangtua pasti merasakan bagaimana seorang Ibu harus membagi waktunya yang hanya 24 jam itu untuk bisa mengelola sebuah rumah tangga. Pekerjaan yang tiada habisnya. Pekerjaan mencuci baju, menyetrika, membereskan rumah mungkin bisa minta orang lain melakukannya. Memasak juga bisa membeli yang sudah jadi, tapi jam mengasuh anak tidak ada habisnya bukan? Apalagi jika di rumah tidak ada asisten karena sekarang ART semakin langka, jika pun ada gajinya minta selangit. Belum lagi banyak ketidakcocokkan. Udah bayar mahal, ngeyel, minta banyak libur, gak rapih juga kerjanya. Bikin emosi jiwa saja ya ? He..he…he…

Karena itu sebelum anda menjadi depresi sendirian, maka libatkanlah anak anak dalam pekerjaan rumah tangga. Saya pernah membaca sebuah artikel yang meliput tentang sebuah keluarga di Indonesia yang punya 11 anak tanpa ART dan sering traveling ke luar negeri. Manajemen keluarganya TOP banget deh, dan kuncinya mereka melibatkan semua anaknya untuk ambil bagian dalam berbagai pekerjaan rumah tangga. Ada yang bertugas sebagai koki, menyetrika, mencuci, mengepel dll. Kompak banget deh. Asyik kan bisa memberdayakan sebuah keluarga seperti itu. Tidak ada yang meminta dilayani. Semua punya tugas dan tanggungjawab sendiri-sendiri. Saya yakin ke 11 anak mereka kelak akan menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab, sukses dan mandiri.

Oh ya selain melibatkan anak-anak , faktor terpenting dalam meniadakan GENERASI “HOME SERVICE “ adalah peran ayah dalam mengerjakan perkerjaan rumah tangga. Di Indonesia masih banyak suami yang tidak mau terlibat dalam pekerjaan rumah tangga. Seakan-akan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menyetrika, mengepel dll itu adalah aib buat seorang suami. Padahal menurut hasil penelitian, keikutsertaan para suami atau ayah dalam pekerjaan rumah tangga, berpengaruh positif terhadap keutuhan dan keharmonisan keluarga loh. Berbagi pekerjaan dalam rumah tangga antara suami dan istri tidaklah perlu dibuat jobdesknya secara tertulis, tetapi buatlah semuanya sesuai dengan kesempatan yang mereka punya. Karena jika dibuat jobdesk bisa membuat pertengkaran apabila salah satu ada yang abai menyelesaikan pekerjaannya dan yang lain tidak mau mengerjakan karena merasa itu bukan tugasnya. Ayah yang menjadi contoh mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga akan menjadi teladan langsung bagi anak laki-lakinya bahwa pekerjaan rumah tangga itu tak mengapa dilakukan seorang laki-laki. 

Peran serta ayah dalam membantu pekerjaan rumah tangga ternyata berdampak positif pada hubungan antara anak dengan ayahnya. Rata-rata ayah yang terbiasa melakukan perkerjaan rumah tangga terbukti sangat dekat dengan anaknya. Jika antara ayah dan anak sudah dekat maka hubungan suami dan istri pun akan semakin harmonis. Pengalaman pribadi nih, suami saya suka sekali membacakan buku buat anak kami sebelum tidur. Itu membuat kedekatan emosi diantara keduanya terjalin sangat dalam. Anak saya tak pernah berhenti memuja ayahnya. Ternyata hal itu membuat saya makin mencintai suami karena dia memang sosok yang baik, apalagi dia juga memang tidak segan membantu pekerjaan rumah tanpa saya memintanya. Buat saya, suami yang mau melakukan pekerjaan rumah tangga itu lebih macho dan ganteng dari actor sekaliber Brad Pitt atau Jason Stanham dari Holywood. Betul gak?? 

Jadi sudah siapkah keluarga anda meniadakan GENERASI “HOME SERVICE?” Yuk kita sama sama mulai dari sekarang demi kebaikan dan masa depan anak-anak kelak. (Penulis: Deassy Marlia Destiani)

Thursday, May 07, 2015

Ootd

Using red accesories for mood booster today, happy thursday everyone, cheers :)


Thursday, March 12, 2015

Happiness is simple (1)

Happiness is simple,
When come at home after work and there are little boy ages 3.5 years old running and hug me and then said ' Varo love you so much Bunda... ' my tired was evaporate. :)

Thank you for teaches me the simple happiness my boy, I Love U..